Oleh: Ahmad Suryanto, STP - Koordinator Forum Komunikasi THL TBPP Kab. Lampung Timur
Ada keresahan tersendiri di kalangan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) saat mendengar kabar bahwa setelah tiga kali kontrak kerja mereka tidak akan diperpanjang sebagai THL-TBPP. Khusus THL-TBPP angkatan I, dengan jumlah 5.453 orang, masa kerja mereka akan berakhir pada November 2009 ini. Untuk angkatan II dan III, dengan jumlah masing-masing angkatan sekitar 10.000 orang, tentu akan menyusul di tahun berikutnya.
Meskipun wacana yang ditawarkan Departemen Pertanian cukup menarik (Lihat pengumuman resmi Departemen Pertanian tanggal 31 Maret 2009 di Web Site Departemen Pertanian), tak urung banyak THL-TBPP yang gamang menyikapinya. Ini dapat saya tangkap dari SMS dan telepon yang datang dari rekan-rekan seperjuangan THL-TBPP dari berbagai pelosok daerah.
Sinar Tani pun sampai-sampai perlu memberi ruang berbagi khusus untuk THL-TBPP yang akan “pensiun dini” tersebut. “Pada tahun 2010 berakhir masa kontrak 5.453 THL-TBPP. Silakan SMS apa saja yang akan dilakukan sekedar berbagi rencana”. Demikian bunyi pengumuman di kolom SMS Cangkul Sinar Tani sejak beberapa edisi lalu. Dan di edisi awal April Sinar Tani dalam editorialnya juga khusus membahas fenomena akan berakhirnya kontrak THL-TBPP ini.
Sebagai bagian THL-TBPP angkatan I, meski berumur di bawah 35 tahun yang konon kabarnya akan diusulkan menjadi CPNS, sayapun merasakan keresahan yang sama meski secara pribadi saya merasa bahwa mengabdikan diri kepada masyarakat toh tak hanya dengan menjadi THL-TBPP. Patut disayangkan memang, di tengah gencarnya Departemen Pertanian mencanangkan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP) dengan target satu desa satu penyuluh, justru ribuan penyuluh yang sudah “jadi” justru akan diberhentikan.
Meskipun harus diteliti lebih dalam, menurut saya capaian swasembada beras, bahkan rencananya ke depan akan ekspor beras, tak lepas dari peran para penyuluh pertanian termasuk di dalamnya THL-TBPP. Belum lagi jika kita mau menelisik lebih jauh peran penyuluh pertanian dalam ikut serta mensejahterakan petani dan lain sebagainya. Maka sekali lagi, pemberhentian THL-TBPP menurut saya merupakan kebijakan yang patut disayangkan.
Bagi THL-TBPP sendiri, pemutusan kontrak ini berarti beban baru bagi mereka. Tiga tahun berstatus penyuluh pertanian, meski hanya Tenaga Harian Lepas, dalam menjalankan tugasnya selama ini THL -TBPP tak beda dengan penyuluh PNS. Sama-sama membimbing dan mendampingi petani, sama-sama mengenakan seragam dinas Pemda dan tak sedikit yang memperoleh fasilitas kedinasan seperti motor dinas. Ketidaksiapan atas hilangnya “kenyamanan” inilah yang saya tangkap merupakan masalah pokok keresahan sebagian besar rekan-rekan THL-TBPP, sehingga hampir semua dapat dikatakan begitu sangat berharap bisa menjadi PNS meskipun sejak awal dalam kontrak kerja para THL-TBPP tidak bisa menuntut menjadi PNS.
Sampai saat ini belum ada penjelasan yang gamblang terkait pemberhentian kontrak THL-TBPP ini. Namun, dari kabar burung yang beredar, hal ini terkait dengan aturan di Menteri Keuangan atau Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara yang membatasi tenaga yang dikontak pemerintah hanya boleh selama 3 kali kontak secara berturut-turut (Sinta/22/11/2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar