Cari Blog Lain

Selasa, 21 September 2010

Nasib THL Penyuluh Pertanian...?

26 Maret 2007
Presiden SBY memeriksa mobil penyuluh pertanian pada acara pelepasan tenaga bantu penyuluh pertanian di Istana Bogor, Senin (26/3) pagi. (foto: abror/presidensby.info)
Sejati nya sosok penyuluh pertanian,memang tidak terlepas dari 3 ikon yang melekat di dalamnya. 
Pertama, seorang penyuluhan pertanian mestilah mampu memerankan diri sebagai "guru" yang dalam kirata bahasa Sunda dimaknai "digugu" (diturut) dan "ditiru" (diikuti). Sebagai seorang guru, tentu sikap, tindakan dan wawasan nya akan selalu dijadikan teladan oleh para petani nya. Guru juga dikenal sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk menularkan ilmu dan teknologi. Guru juga pasti akan memberi bekal etika dan moral kepada anak didik nya. Itulah sebab nya, mengapa para penyuluh pertanian sering disebut sebagai "tempat belajar" para petani. 
Kedua, seorang penyuluh dikenali juga sebagai "obor" yang selalu memainkan peran sebagai "juru penerang" bagi kehidupan petani. Penyuluh pertanian inilah yang diharapkan akan selalu menerangi sinar kehidupan para petani. Selain itu, penyuluh pertanian memikul beban dan tanggungjawab untuk mampu merubah sisi kelam nasib petani agar berubah menjadi lebih ceria dan bahagia. 
Ketiga, seorang penyuluh pertanian, dikenali juga sebagai "problem solver" atas segudang masalah dan tantangan yang dihadapi oleh kaum tani pada khusus nya dan warga pedesaan pada umum nya. Sebagai sosok yang diberi predikat selaku "pemecah masalah" tentu nya keberadaan penyuluh pertanian, mesti mampu mengenali persoalan-persoalan apa saja yang selama ini menjadi "main problem" dalam kehidupan kaum tani. Dengan kata lain, sebagai orang yang menjadi "tempat bertanya", para penyuluh pertanian, sudah sepatut nya terus belajar dan mengasah diri agar setiap masalah dapat dijawab dan disampaikan secara tepat dan lugas, sehingga mengena di hati para petani.

  
THL-TBPP:Guru-Obor-Prime Mover
Negeri ini masih pantas menyandang atribut sebagai "negeri agraris". Sebab nya jelas, karena sekitar 60 % penduduk nya masih bermata pencaharian di sektor pertanian. Di sisi lain, diketahui pula bahwa negeri kita sebagian penduduk nya masih belum terbebas dari suasana hidup miskin dan sengsara. Lebih memilukan nya lagi, ternyata dari warga bangsa yang terjerat kemiskinan tersebut, sebagian besar adalah mereka yang bertaributkan petani dan nelayan. Oleh karena itu, sangat beralasan mengapa seorang Presiden Sby berani memberi hormat kepada para penyuluh pertanian. Hal ini penting dicatat, karena sangat tidak rasional seorang Presiden mau mengangkat tangan lalu menghormat dengan sikap sempurna terhadap para penyuluh pertanian, sekira nya tidak ada argumen yang pantas untuk dikemukakan. Sebagai bangsa kita sepakat bahwa keberhasilan Indonesia menjadi negeri yang mampu berswasembada beras,  salah satu sebab nya adalah karena keberadaan para penyuluh pertanian. Para penyuluh pertanian inilah yang layak disebut sebagai "prime mover" dalam meraih swasembada beras. Kerja keras dan jerih payah para penyuluh pertanian inilah yang mampu meningkatkan produksi beras, sehingga citra Indonesia di panggung dunia menjadi berkibar cukup positip. Semula kita dikenali sebagai importir beras terbesar di dunia, maka hanya dalam beberapa kurun waktu saja, maka Indonesia pun mampu mengukuhkan diri sebagai bangsa yang mampu berswasembada beras.

    
Petani dan THL TBPP, tidak terlalu membutuhkan "hormat" Presiden Sby.
Namun begitu, citra penyuluh pertanian yang selama ini mengemuka laksana "pahlawan" swasembada beras, rupa nya sudah mulai mengalami pemudaran. Hormat Presiden terhadap para penyuluh, seperti nya tidak diikuti oleh pejabat-pejabat lain di negeri ini. Sejak era Otonomi Daerah bergulir, maka status dan posisioning para tenaga penyuluh pertanian, terkesan terombang-ambing. Banyak cerita yang menggelikan. Tidak sedikit kisah yang lucu-lucu. Dengan ketidak-jelasan nya ini, ada penyuluh pertanian yang rela menjabat Kepala Seksi di Dinas Pemakaman, hanya sekedar untuk mendapat posisi struktural. Tapi banyak juga yang tetap bertahan di posisi fungsional dan telaten menjalankan fungsi nya selaku penyuluh pertanian. Inilah sedikit kisah tentang potret penyuluh pertanian di era otonomi daerah. Dihadapkan pada kondisi yang galau seperti ini, ternyata Menteri Pertanian yang ketika itu dijabat Anton Apriantono, rupa nya tidak mau terjebak dalam suasana kegalauan para penyuluh pertanian di lapangan. Dengan semangat "satu desa satu orang penyuluh pertanian", Anton mencoba membuat "terobosan" dengan mengangkat para Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluhan Pertanian (THL TBPP). Langkah ini cukup simpatik. Selain untuk menambah jumlah tenaga penyuluh pertanian yang semakin menyusut jumlah nya (karena pensiun atau pindah ke struktural), diharapkan para THL ini mampu memainkan peran sebagai "cikal bakal" para penyuluh pertanian di lapangan. UU No. 16/2006 tentang Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, mengamanatkan bahwa dalam masa depan, penyuluh itu akan dibagi dalam tiga kategori yakni penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya. Pengangkatan THL sendiri tentu disemangati dengan harapan agar mereka nanti nya dapat mengisi ke tiga posisi diatas, dan tidak semua nya ingin mengisi jabatan penyuluh PNS.

  
Sadu Desa Satu Penyuluh
Semangat mengangkat THL, sudah seharus nya kita sambut dengan rasa gembira. Mereka inilah yang akan menjadi ujung tombak lestari nya swasembada beras menuju kehidupan petani yang sejahtera. Mereka inilah yang akan memberi pencerahan kepada kaum muda di pedesaan, agar bangga menjadi petani. Mereka inilah yang dimintakan untuk mampu menularkan kemajuan ilmu dan teknologi kepada para petani. Sayang nya, setelah lebih 3 tahun berlalu, hasrat yang tulus ini, tidak berjalan sebagaimana mesti nya. Kesan bahwa Pemerintah hanya mampu "mengontrak" THL tanpa ada perencanaan yang utuh dan komphehensif setelah masa kontrak selesai, memang kini muncul menjadi masalah yang menjelimet, bahkan melahirkan demo "besar-besaran" dari para THL. Para THL ingin memperoleh jawaban yang pasti akan nasib dan masa depan nya. Mereka datang ke DPR. Mereka berkunjung ke Kementrian Pertanian. Mereka mempertanyakan kiprh apa yang sebaik nya dikembangkan setelah masa kontrak selesai. Bahkan diantara mereka pun banyak yang menuntut untuk diangkat menjadi PNS.

  
Nasib THL TB Penyuluh Pertanian...
Nasib THL penyuluh pertanian, betul-betul cukup memprihatinkan. Mereka butuh kepastian. Mereka perlu kejelasan. Mereka menuntut kepastian. Sebagai profesi yang telah mampu mengukir sejarah bangsa, para penyuluh pertanian sudah selayak nya mendapat perhatian dan penghargaan yang serius dari Pemerintah. Para penyuluh pertanian, juga THL tentu tidak terlalu membutuhkan "hormat" Presiden Sby, sekira nya hormat itu hanya sebuah karikatif. Yang mereka butuhkan adalah adanya "tindakan politik" Pemerintah yang benar2 nyata dalam membela dan menghargai kiprah mereka selama ini. Para THL tidak terlampau meminta pujian Pemerintah. Apalagi jika hanya sekedar janji dan harapan. Mereka hanya ingin diberi ruang gerak yang jelas dan pasti : kiprah apa yang perlu dilakukan di tengah keterbatasan yang ada di sekitar nya ?

THL penyuluh pertanian yang tersebar di pelosok-pelosok pedesaan adalah sumber daya manusia yang potensil, untuk bersama-sama petani membangun pertanian yang maju, tangguh dan berkualitas. Diawali dengan niat suci nya untuk menjadi seorang THL penyuluh pertanian, tentu dalam nurani nya telah tertanam sebuah "spirit fighting" yang tinggi tentang kesungguhan mereka dalam memacu pembangunan pertanian dan petani. Mereka benar-benar sebagai ujung tombak yang "real" dan berada di tengah-tengah para petani yang sebenar nya. THL jarang bergaul dengan "petani berdasi". Apalagi "petani berjas". Mereka itulah yang keseharian nya bergumul dengan derita dan duka para petani gurem. Para THL inilah yang lebih tahu apa dan bagaimana nasib dan penghidupan kaum tani. THL inilah yang langsung berkomunikasi sambung rasa dengan petani. Lebih dari itu, para THL ini lah yang menjadi kepanjangan tangan Pemerintah dalam mensukseskan program-program yang digulirkan nya. Jadi, sangat ironis jika Pemerintah ternyata tidak serius dalam menjawab harapan dan aspirasi para THL itu sendiri.

Akhir nya kita berharap agar Pemerintah segera turun tangan dan memberi solusi cerdas nya terhadap persoalan yang selama ini dirasakan oleh para THL penyuluh pertanian. Kita tentu akan sedih jika Pemerintah ternyata tidak mampu berbuat yang terbaik bagi para "pahlawan" swasembada beras. Kita juga akan mencibirkan bibir sekira nya Pemerintah tidak menjadikan para THL ini sebagai potensi yang sangat besar dalam peta bumi pembangunan pertanian. Bahkan jangan salahkan para THL jika kelestarian swasembada beras bangsa ini menjadi terancam dikarenakan ketidak-seriusan kita dalam mempersepsikan THL penyuluh pertanian itu sendiri. Itu sebab nya motto : bersama THL, petani dan Pemerintah kita songsong masa depan kaum tani yang sejahtera, penting dijadikan semangat baru dalam mewujudkan pembangunan pertanian dan pembangunan petani yang lebih berkualitas dan berbasis pada suara hati petani yang sesungguh nya. 

Salam
Salah satu janji penting yang bisa dicatat adalah ketika berkampanye di Pandeglang, Banten. Ketika itu SBY berjanji akan menstabilkan harga komoditi pertanian dengan menciptakan keseimbangan harga antara konsumen dan produsen. Janji ini tentu didasarkan pada fakta yang selama ini dialami petani.

Harga komoditi pertanian ‘menari’ dengan ritme kacau tidak menentu bergantung pada fluktuasi stok dan permintaan. Ketika panen raya harga jatuh terjerembab di titik terendah, sementara ketika paceklik harga meroket naik. Dalam pergerakan liar harga komoditi pertanian itu petani sama sekali tidak diuntungkan bahkan lebih sering menjadi korban yang dirugikan- thl-tbppbojonegoro.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman